SEJARAH DAN MITOS DESA BANJARSARI
SEJARAH DAN MITOS DESA BANJARSARI
Seperti yang sudah diceritakan secara terpisah, bahwa Desa Banjarsari
ada dua. Yang satu berada di wilayah Kecamatan Manyar dan yang satu
lagi berada di wilayah Kecamatan Cerme. Saat ini, saya ingin
menceritakan tentang Desa Banjarsari yang berada di wilayah Kecamatan
Cerme.
Desa Banjarsari yang berada di wilayah Kecamatan Cerme ini
dikelilingi tempat-tempat yang dikeramatkan dan menjadi batas wilayah
desa. Menurut cerita para sesepuh dulu, desa ini adalah pintu gerbang
utama wilayah Gresik, keluar-masuknya bangsa ghaib. Bagi para calon
kepala desa, diwajibkan mengelilingi desa ini melalui tempat-tempat
tersebut agar bisa slamêt.
Tempat yang dianggap keramat itu adalah Makam Mbah Banjarsari yang
terdapat di Perumahan Banjarsari Asri, Makam Mbah Kulaan di Dusun
Betiring yang berbatasan dengan perumahan, Telaga Betiring di Dusun
Betiring, Makam Sesepuh Dusun Betiring yaitu Mbah Panggres, Makam Mbah
Dingkul di Dusun Betiring, Gêmuk atau Bal Gênding di Waduk Bunder, Logo
(telaga) Banjarsari di Desa Banjarsari, dan Makam Mbah Sengkreng yang
letaknya berbatasan dengan Desa Padeg.
Makam Mbah Banjarsari adalah makam sesepuh atau cikal bakal adanya
Desa Banjarsari. Beliau adalah salah satu murid Sunan Giri. Namun ada
juga yang mengatakan bahwa beliau masih kerabat Sunan Giri. Entah siapa
nama aslinya. Dari dua makam yang ada di sini, versi orang-orang tua
menyebut bahwa disitu adalah Makam Mbah Ngariden dan Mbah Riati.
Sedangkan versi paranormal setempat mengatakan bahwa meskipun ada dua
makam, namun makam yang benar hanya ada satu orang, karena makam yang
satunya lagi adalah makam yang berisi baju atau pusakanya saja.
Makam ini dulunya hanya berupa gundukan tanah yang di atasnya banyak
terdapat jamur dan dikelilingi pohon-pohon besar berdaun lebat dan
rindang, sebelum ditemukan dan dipugar oleh warga sekitar. Dan sekarang
sudah menjadi makam yang bagus, lengkap dengan keramik dan dikelilingi
pagar.
Makam Mbah Kulaan atau Mbah Singosari, dipercaya masyarakat dulu
bahwa tempat ini adalah tempat untuk syiar, pertemuan, dan pendidikan
Agama Islam. Makanya dinamakan kulaan, yang diambil dari kata sekolahan
atau pêkulaan. Letaknya di Dusun Betiring, berbatasan dengan Perumahan
Banjarsari Asri.
Ada dua makam di sini, makam yang pertama adalah Makam Mbah
Singosari, yang konon juga sebagai panglima perang yang gagah berani dan
juga murid dari Sunan Giri. Makam yang kedua 2adalah makam muridnya. Di
sekitar makam masih terdapat makam-makam lainnya, yang kebanyakan orang
mengatakan murid dari beliau juga.
Gêmuk atau Bal Gênding adalah sebuah gundukan tanah yang menyerupai
pulau kecil dan banyak tumbuhan liar dan pepohonan. Warna tanahnya agak
berwarna hitam. Letaknya tidak jauh dari samping bibir Waduk Bunder.
Kata Gêmuk berarti Suket atau Rumput, Bal berarti Kumpulan, dan Gênding
berarti gêndingan atau suara yang ditimbulkan dari alat musik seperti
gamelan.
Dahulu kala, ada sebuah cerita bahwa setiap malam hari selalu
terdengar gêndingan seperti gamelan. Warga semula mengira sedang ada
acara atau tontonan seperti wayang. Tapi setelah didatangi, ternyata
tidak ada acara apa apa. Banyak sekali orang yang penasaran, dari
manakah suara itu berasal?
Akhirnya ada warga yang menanyakannya kepada paranormal. Setelah itu
baru diketahui bahwa suara itu berasal dari gundukan tanah di tepi Waduk
Bunder. Warga pun menamainya dengan sebutan Gêmuk Gênding.
Ada dongeng terkait dengan terjadinya Gêmuk Gênding. Bahwa pada suatu
ketika, Seno (tokoh wayang itu) sedang jalan-jalan, tiba-tiba saja
gêdibalé (kotoran kakinya) terlempar sehingga menjadi Gêmuk Gênding.
Karena itu, untuk para pengelola atau penyewa atau sing nêbas Waduk Bunder, harus melakukan ritual sebelum mbanjang (mengambil ikan) dengan
cara nanggap wayang atau campursari yang ada unsur musik berupa
gêndingan. Apabila tidak dilakukan syarat tersebut, maka akan ada
hal-hal aneh yang tidak bisa dinalar dengan akal sehat. Kejadian aneh
itu misalnya ada ular sebesar jempol tangan yang jumlahnya sangat
banyak, sampai merambat ke jalan raya, dan sing nêbas tidak akan
mendapatkan ikan sama sekali.
Suatu ketika, terjadi hujan lebat dibarengi petir yang menggelegar.
Setelah hujan reda, ada suara misterius yang meminta tolong, makin lama
terdengar semakin keras hingga warga sekitar penasaran. Setelah
dicermati, ternyata asal suara itu berasal dari sêngkrèng atau area
rawa-rawa rerumbukan bambu. Tetapi setelah didekati, tidak ada mahluk
apapun yang ada di situ.
Warga hanya mendapati sebuah selendang berwarna biru keabu-abuan yang
nyangsang, kêcantol di antara bambu. Tentu saja hal ini malah membuat
semakin ketakutan warga sekitar.
Lama-kelamaan, datanglah rombongan warga Banjarsari yang melintasi
area tersebut yang juga mendengar suara meminta tolong. Setelah
dicermati, bambu beserta selendang tersebut diajak dialog oleh warga :
“Awakmu Sopo?”, tanya seorang warga.
“Éson iki blêdèk sing kêtangsang ndik ori iki…
Ruponé éson yooo selendang iki…”, jawab makhluk
halus yang berwujud selendang tersebut.
“Trus, pênjalukanmu sak iki opo?”, tanya warga
lagi.
“Éson njaluk tulung culno éson têko pring iki”, jawab selendang tersebut.
Warga kemudian berbondong-bondong membantu melepaskan selendang itu
dari jeratan bambu tersebut. Setelah selesai ditolong, Si Blêdèk yang
berupa selendang itu pun berkata :
“Nèk krungu onok suoro blêdèk nyambêr,
ucapno : “Jim Anak Putu Banjarsari”
Lèk wis ngunu, éson dak katéné nyambêr anakputuné
kêno…”.
Setelah mengucapkan kata tersebut, selendang itu pun lenyap dalam sekejap.
>>>Sumber : http://arekgresik.net
Ini tulisan saya kok nama saya gk dicantumkan? One prestasi ini (Mochamad Amrullahil mabrur)
BalasHapus